FERMENTASI
YOGHURT
A. SEJARAH
Bukti-bukti menunjukkan bahwa produk susu budidaya telah diproduksi
sebagai makanan sedikitnya sejak 4.500 tahun lalu, sejak abad ke-3 SM. Yoghurt
awalnya kemungkinan terfermentasi secara spontan oleh bakteri liar yang hidup
pada tas kulit kambing yang dibawa oleh bangsa Bulgar, orang nomadik yang mulai
bermigrasi ke Eropa pada abad ke-2 M dan akhirnya menetap di Balkan pada
akhir abad ke-7. Sekarang, banyak negara memiliki yoghurt-nya sendiri. Meskipun
demikian, sampai sekarang belum ada bukti yang jelas mengenai siapa yang
menemukan yoghurt.
Teori bahwa yoghurt digunakan oleh orang-orang Turki kuno didasarkan
pada buku Diwan
Lughat al-Turk oleh Mahmud Kashgari
dan Kutadgu Bilig
oleh Yusuf Has Hajib
yang ditulis pada abad ke-11. Pada kedua buku tersebut, kata yoghurt disebutkan
dan digambarkan sebagaimana yang digunakan oleh orang Turki nomadik, dengan
kata yoghurt digambarkan dalam berbagai bagian. Juga, pertama kali orang Eropa
mengenal yoghurt dapat dilihat pada sejarah klinik Perancis
ketika Francis
I menderita diare yang mematikan dan tidak ada dokter Perancis yang
mampu menyembuhkannya. Namun, sekutunya Suleiman si Hebat
mengirim seorang dokter, dan dengan bantuan yoghurt ia dapat disembuhkan dan
orang Eropa dipercaya mengenal yoghurt untuk pertama kalinya dengan insiden
itu.
Yoghurt tetap menjadi makanan di Asia
Selatan, Asia Tengah, Asia
Barat, Eropa Tenggara dan Eropa
Tengah hingga 1900. Teori yang belum dibuktikan oleh biologis Rusia
bernama Ilya Ilyich Mechnikov bahwa
konsumsi berat yoghurt-lah yang menyebabkan rentang hidup petani Bulgaria yang
panjang.
Mechnikov yang mempercayai Lactobacillus
penting untuk kesehatan, berusaha memopulerkan yoghurt sebagai bahan makanan di
Eropa. Wiraswastawan yang bernama Isaac Carasso
tertarik untuk membuat industri yoghurt. Pada 1919,
Carasso memulai yoghurt komersial di Barcelona, menamakan bisnisnya Danone
berdasarkan nama anaknya. Di Amerika Serikat, lebih dikenal dengan nama
‘Dannon’.
Yoghurt dengan tambahan selai buah diciptakan untuk melindungi yoghurt
dari pembusukan. Ini dipatenkan pada 1933 oleh Radlická Mlékárna
di Praha.
B. Definisi Yoghurt
Kata yoghurt
berasal dari bahasa Turki yang artinya padat dan tebal. Penelitian modern
membuktikan yoghurt diteliti mengandung probiotik
atau bakteri bermanfaat salah
satunya Lactobacillus bulgaricus, sehingga ada juga yang menduga bahwa
yoghurt diciptakan pertama kali di Bulgaria (Anonim, 2012).
Yogurt adalah susu yang dibuat
melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk
susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern saat ini di dominasi dari susu
sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat yang berperan
dalam protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan bau yang unik
pada yoghurt (Buckle et al, 1987).
Yoghurt sejak dulu digemari di Eropa
dan Amerika. Masyarakat Belanda merupakan konsumen yoghurt tertinggi di dunia,
kemudian disusul oleh Swiss, Prancis, Jepang dan negara-negara lainnya.
Masyarakat Eropa, Timur Tengah, dan Jepang lebih menyukai yoghurt dengan
kandungan mikroba hidup (Everlasting, 2010).
C.
Proses pembuatan Yogurt
Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi, proses ini sangat lambat dan tidak terduga karena tergantung bakteri yang melekat di dalam susu (Julene, 2011). Bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Menurut Frazier danWesthoff (1978), starter atau bakteri terbaik untuk pembuatan yoghurt adalahcampuran L. bulgaricus clan S. thermophillus. Dosis
starter yang diberikan akan mempengaruhi tingkat keasaman yoghurt yang dihasilkan. Biasanya dengan dosis 2-5% starter
yoghurt yang aktif dalan suhu inkubasi 45° C selatna 4-6 jam akin menghasilkan
yoghurt dengan keasaman 0,7-1,0% (Dewipadma, 1978).
Tabel 1. Klasifikasi bakteri dalam
pembuatan yoghurt
Lactobacillus bulgaricus
|
Streptococcus thermopilus
|
|
Kingdom
|
Prokariotik
|
Prokariotik
|
Diviso
|
Schizophyta
|
Schizophyta
|
Kelas
|
Eubacteriales
|
Eubacteriales
|
Familia
|
Lactobacillaceae
|
|
Genus
|
Lactobacillus
|
Eubacteriales
|
Spesies
|
Lactobacillus bulgaricus
|
Streptococcus thermopilus
|
Yoghurt pada umumnya dibuat dari susu segar, susu ini dapat berupa susu cair langsung tetapi yang perlu diperhatikan, susu yang digunakan harus susu putih (Rocha,
2009). Yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang
dilarutkan dalam air
dengan perbandingan tertentu bergantung pada kekentalan produk yang diinginkan. Selain dari susu hewani, belakangan ini yoghurt juga dapat dibuat dari campuran susu skim dengan susu nabati (susu kacang-kacangan).
Pembuatan yoghurt dilakukan dengan
proses fermentasi, dengan proses fermentasi ini maka rasa yoghurt akan menjadi
asam, karena adanya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri-bakteri
tersebut. Apabila tidak diinginkan rasa
yang tidak terlalu asam,
tambahkan zat pemanis (gula, sirup)
maupun berbagai flavour buatan dari buah-buahan misalnya strawberry, nenas,
mangga, jambu, dan sebagainya.
Inkubasi adalah proses pertumbuhan
biaakan bakteri atau perbanyakan biakan dengan menyediakan keadaan lingkungan
yang sesuai (Javetz et al., 1980).
Lingkungan dalam hal ini adalah suhu, merupakan faktor terpenting pada inkubasi
yang akan mempengaruhi terhadap perkembangbiakan asam laktat dari yoghurt
(Singh et al., 1980), menurut Frazier
dan Westhoff (1978) suhu dan lama inkubasi perlu diperhatikan agar dapat
dicegah terjadinya dorninasi oleh salah satu galur biakan atau spesies lain.
Cara Membuat Yoghurt:
Alat yang digunakan :
1. Panci penangas.
2. Seperangkat alat titrasi.
3. Erlenmeyer 500 ml.
4. Thermometer.
5. Pengaduk kaca.
6. Pembakar spiritus.
7. Gelas ukur.
Bahan yang digunakan:
1. Kertas Alumunium foil.
2. Susu sapi
3. Susu skim.
4. Starter Streptococcus Thermophilus dan Lactobacillus Bulgaricus.
1. Panci penangas.
2. Seperangkat alat titrasi.
3. Erlenmeyer 500 ml.
4. Thermometer.
5. Pengaduk kaca.
6. Pembakar spiritus.
7. Gelas ukur.
Bahan yang digunakan:
1. Kertas Alumunium foil.
2. Susu sapi
3. Susu skim.
4. Starter Streptococcus Thermophilus dan Lactobacillus Bulgaricus.
5. NaOH.
6. Indikator Phenopthalein
6. Indikator Phenopthalein
PROSEDUR PEMBUATAN
A.
Pembuatan yougurt
1.
Panaskan 500 ml susu segar dengan
cara memasukkan susu kedalam erlenmeyer, kemudian erlenmeyer ini dimasukan
kedalam panci besar yang telah berisi air (seperti membuat nasi tim) hingga
suhunya kurang lebih 900 C selama 15 menit.
2.
Susu didinginkan sampai suhu
mencapai 450 C, lalu ditambahkan starter Streptococcus Thermophilus
dan Lactobacillus Bulgaricus sebanyak 3-5 % sedikit demi sedikit sambil diaduk
supaya larut.
3.
Campuran diletakkan kedalam
wadah-wadah steril yang sudah disiapkan, kemudian tutup dengan aluminium foil
dan di inkubasikan pada suhu 430 C selama 4 jam atau pada suhu kamar
selama 18 jam.
4.
Setelah inkubasi selesai, yougurt
yang dihasilkan segera didinginkan dalam lemari es atau dipasteurisasikan pada
suhu 650 C selama 30 menit agar fermentasi tidak terus berlanjut.
5.
Pengamatan dilakukan dengan melihat
harga pH, kandungan asam laktat, rasa, jumlah mikroba, protein dan kadungan
laktosanya.
6.
Bila akan dikonsumsi bisa dicampur
dengan sirup atau dengan gula secukupnya.
B.
Pembuatan bibit (starter) yougurt
1.
Campuran susu segar dan susu bubuk
skim (7,5% dari susu segar) hingga merata.
2.
Panaskan campuran susu tersebut
dengan cara memasukkan susu kedalam erlenmeyer, kemudian erlenmeyer ini
dimasukkan kedalam panci besar yang telah berisi air hingga suhunya kurang
lebih 900 C selama 15 menit.
3.
Selanjutnya dilakukan pendinginan
sampai suhu mencapai kurang lebih 430 C.
4.
Masukan bibit (starter) sebanyak
3-5% sedikit demi sedikit sambil diaduk supaya larut.
5.
Tutup dengan aluminium foil, peram
hingga terjadi gumpalan padat, pada suhu 430 C selama 4 jam atau pada
suhu kamar selama 18-20 jam.
6.
Setelah pemeraman selesai, simpan
dalam lemari es dan dikeluarkan hanya pada saat digunakan
Secara organoleptik kandungan asetaldehida dan diasetil dengan
rasio 1:1 memberikan aroma yogurt yang disukai. Kandungan asetaldehida yang
tinggi tidak memberikan rasa yogurt yang baik. Hasil uji organoleptik
memperlihatkan bahwa rasa terbaik oleh panelis diberikan untuk yogurt dengan
kandungan asetaldehida yang rendah dan kemungkinan kandungan senyawa karbonil
lainnya memberikan pengaruh terhadap flavor dan/atau aroma yogurt. Aroma dan
flavor khas yogurt (natural atau plain yogurt) sangat erat
kaitannya dengan kandungan senyawa karbonil, terutama asetaldehida. Namun hal
ini menjadi tidak bermakna pada flavored yogurt atau penambahan buah atau sari
buah ke dalam yogurt, flavor dan aroma didominasi oleh senyawa flavor yang
ditambahkan.
Selama proses produksi yogurt, produksi asetaldehida jelas terjadi
pada tingkat keasaman tertentu (mulai pH 5,0) dan maksimum produksi terjadi pada
saat yogurt mencapai pH 4,2 yang selanjutnya kandungan asetaldehida mulai
stabil. Penambahan bubuk susu (skim atau whey powder) dan perlakuan pemanasan
terhadap bahan baku susu dapat meningkatkan kandungan asetaldehida secara
signifikan. Kandungan asetaldehida dan senyawa karbonil lainnya akan mengalami
penurunan selama penyimpanan produk yogurt.
Tekstur atau kekentalan yogurt merupakan parameter mutu yang juga
penting, namun relatif tergantung pada jenis yogurt yang diproduksi. Dringking
yogurt akan diproduksi dengan hasil yogurt viskositas rendah bahkan dalam
wujud cair. Hal ini akan berbeda apabila yang diproduksi curd atau set
yogurt yang menghendaki produk yogurt kental dalam wujud gel. Tekstur curd/set
yogurt dapat menjadi parameter mutu yang penting bagi konsumen. Kekuatan
matriks gel sangat menentukan tekstur dari yogurt. Selain itu syneresis,
terpisahnya cairan/whey dari sistem matriks gel, juga menentukan mutu yogurt.
Syneresis umumnya digunakan sebagai parameter kerusakan yogurt (set
yogurt) dan berkaitan dengan water holding capacity (WHC) yang
sangat dipengaruhi oleh interaksi protein-protein dan air-protein di dalam
matriks gel. Walaupun yogurt konvensional lebih kuat dan lebih kental, namun
memperlihatkan lebih syneresis dibandingkan yogurt yang dihasilkan dari susu
yang melalui proses pemanasan (terutama dengan UHT). Pengaruh pemanasan
terhadap keseimbangan tekstur yogurt terkait dengan derajat hidrasi misel
kasein dan denaturasi protein whey. Yogurt dari susu UHT lebih lembut dan
memperlihatkan syneresis yang lebih rendah dibandingkan yogurt dari proses yang
konvensional. WHC memperlihatkan sedikit meningkat dan memacu peningkatan
interaksi air-protein.
Banyak parameter yang mempengaruhi flavor, konsistensi, dan
tekstur susu terfermentasi seperti kultur starter, suhu inkubasi, kondisi
proses (seperti perlakuan panas, homogenisasi bahan baku), dan komposisi susu.
Perlakuan panas terhadap susu akan merupakan factor kritis yang mempengaruhi
pembentukkan tekstur produk dan senyawa asetaldehida yang merupakan senyawa
flavor spesifik pada yogurt.
Perlakuan panas akan menyebabkan denaturasi
protein whey sehingga protein whey dapat berasosiasi dengan kasein. Protein
whey terikat dengan kasein melalui ikatan disulfide dan juga interaksi
hidrofobik. Peningkatan denaturasi protein whey akan mempercepat proses
fermentasi dengan pembentukkan tekstur yang baik. Namun demikian susu yang
tidak melalui proses pemanasan atau perlakuan panas yang kurang akan
menghasilkan yogurt dengan tekstur gel yang lemah dan lembek dan meningkatkan
terjadinya pemisahan whey
Penentuan waktu incubation merupakan parameter teknis yang penting
pada produksi yogurt pada skala industri. Karena proses fermentasi yang
kompleks dan banyak faktor yang terlibat pada proses koagulasi yogurt, prediksi
lama inkubasi sangat sulit ditentukan, maka pengendalian secara empiris
merupakan praktek yang umum dilakukan untuk menghentikan proses fermentasi.
Lama inkubasi yang optimal tidak saja untuk menurunkan biaya produksi, namun
juga tetap menjaga mutu yang baik dari produk akhir. Akhir proses fermentasi
biasanya ditentukan dengan nilai pH dari produk akhir. Apabila pH dari produk
akhir sudah ditentukan, maka pengendalian proses fermentasi dapat dilakukan
dengan memantau perubahan pH selama inkubasi. Cara pengendalian proses
fermentasi seperti ini mudah diterapkan, biaya yang rendah, dan fluktuasi
koagulasi yogurt dapat dihindarkan. Dari hasil penelitian beberapa peneliti
menunjukkan adanya korelasi yang linear antara pH dan waktu inkubasi, dan juga
korelasi linear antara pH dan viskositas yogurt.
Secara umum, tahapan proses fermentasi susu yang perlu mendapat
perhatian untuk memperoleh hasil produk yogurt dengan mutu yang seragam,
konsisten, dan lebih stabil selama distribusi dan pemasaran, adalah:
· Pemilihan bahan baku susu dengan karakteristik
yang jelas terutama kandungan lemak dan total padatan.
·
Standarisasi
kandungan lemak di dalam susu untuk mendapatkan kandungan lemak yang seragam.
Standarisasi dapat dilakukan dengan memisahkan sebagian lemak dari susu,
mencampur susu full-cream dengan susu skim, menambahkan krim ke dalam
susu full-cream atau susu skim, dan kombinasi dari cara-cara tersebut.
Penentuan jumlah campuran untuk memperoleh standar susu yang dibutuhkan dapat
dengan mudah dihitung dengan cara Pearsons Square.
·
Standarisasi
kandungan padatan bukan lemak (solid-not-fat content) dalam susu.
Standarisasi ini dilakukan untuk memperoleh karakteristik fisik dan flavor
produk yogurt yang diinginkan. Total solid susu akan mempengaruhi konsistensi
yogurt yang dihasilkan. Untuk meningkatkan kandungan total solid susu dapat
dilakukan dengan penambahan susu bubuk, bubuk whey, konsentrat protein whey,
bubuk kasein, atau dapat dilakukan dengan melakukan konsentrasi total solid
susu dengan evaporasi vakum atau filtrasi membrane.
·
Penambahan
stabilizer/emulsifier untuk menghasilkan produk yogurt dengan karakteristik
yang lebih stabil, seperti tekstur, viskositas/konsistensi, penampilan dan
mouthfeel.
·
Penambahan
bahan pemanis untuk menutupi rasa asam yogurt. Tahapan ini dilakukan sesuai
dengan target konsumen dari produk yogurt yang diproduksi.
·
Proses
homogenisasi susu. Tahapan ini dilakukan untuk memperoleh emulsi susu yang
lebih kecil dan seragam. Emulsi susu merupakan oil-in-water emulsion,
sehingga lemak akan cendrung memisah apabila didiamkan (pada saat tahapan
fermentasi). Untuk menghindari ini maka diperlukan proses homogenisasi dengan
cara pengadukan mekanik yang cepat atau menekan susu dengan tekanan tinggi
melalui lubang yang kecil (small orifice).
·
Perlakuan
panas terhadap susu untuk mematikan mikroba pathogen dan mikroba lainnya yang
tidak diinginkan dan mengubah sifat fisiko-kimia susu yang berhubungan dengan
produksi yogurt.
·
Proses
fermentation produksi yogurt. Tahapan ini sangat bergantung pada kondisi bahan
baku susu, kultur starter, dan suhu serta lama inkubasi. Pada tahapan ini akan
terjadi pembentukkan matriks gel yogurt.
·
Pendinginan
produk yogurt hasil fermentasi. Proses pendinginan dilakukan secepat mungkin
untuk menghentikan proses fermentasi.
·
Penambahan
buah-buahan, bahan penambah flavor, atau bahan pewarna. Tahapan ini dilakukan
sesuai dengan permintaan konsumen.
·
Pengkemasan
produk akhir yogurt. Tahapan ini sangat penting untuk mendapat perhatian.
Pemilihan bahan pengkemas dan rancangan kemasan perlu disesuaikan sesuai
kebutuhan, sehingga produk aman dikonsumsi dan menarik untuk dinikmati. Kemasan
akan berfungsi untuk melindungi produk, mudah ditangani, dan merupakan media
untuk menyampaikan informasi mengenai produk yogurt ke konsumen.
·
Penyimpanan
dingin, transportasi, dan distribusi. Produk yogurt setelah proses fermentasi
masih terjadi proses reaksi biologis maupun biokemis. Dengan menyimpan dingin
(<10oC) sampai pada konsumen akan membantu untuk memperlambat reaksi
biologis dan biokemis di dalam produk.
D.
Macam-macam Yoghurt
Menurut Everlasting (2010),
macam-macam yoghurt dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
a. Yoghurt pasteurisasi, yaitu
yoghurt yang setelah masa inkubasi selesai dipasteurisasi untuk mematikan
bakteri dan memperpanjang umur simpannya
b. Yoghurt beku, yaitu yoghurt
yang disimpan pada suhu beku
c. Dietetic yoghurt, yaitu
yoghurt rendah kalori, rendah laktosa, atau yang ditambah vitamin dan protein
d. Yoghurt konsentrat, yaitu
yoghurt dengan total padatan sekira 24%
Berdasarkan kadar lemaknya, yoghurt
dapat dibedakan atas yoghurt berlemak penuh (kadar lemak lebih dari 3%),
yoghurt setengah berlemak (kadar lemak 0,5-3,0%), dan yoghurt berlemak rendah
(lemak kurang dari 0,5%). Perbedaan kadar lemak tersebut berdasarkan jenis susu
dan campuran bahan yang digunakan dalam pembuatannya.
E. Manfaat Yoghurt
Yoghurt memiliki banyak manfaat,
diantaranya adalah (Anonim B, 2012) :
a. Meremajakan wajah
Tidak perlu biaya mahal untuk
merawat kulit agar terlihat sempurna. Yogurt mengandung asam laktat, yang
merupakan komponen dalam prenting bahan kimia untuk pergantian kulit.
b. Pembersih yang ramah lingkungan
Perabotan dari kuningan dapat
berkilau kembali menggunakan yoghurt. Asam laktat-nya juga berfungsi
menggerogoti kotoran.
c. Membantu pencernaan
Yoghurt dapat membantu masalah
perut. Probiotik (jenis bakteri yang menguntungkan) terkandung dalam beberapa
yogurt menyeimbangkan mikroflora dalam usus dan dapat membantu pencernaan serta
menjaga tubuh tetap sehat. Untuk mendapat manfaatnya, pastikan yoghurt
mengandung setidaknya satu miliar unit pembentuk koloni (colony-forming units
atau CFUs) probiotik hidup. Informasi ini biasanya tersedia di situs-situs merk
Yoghurt terkenal.
d. Menjaga jantung tetap sehat
Yoghurt juga baik untuk jantung
sebab rendah lemak, bahkan bebas lemak. Mengonsumsinya dapat membantu
menurunkan risiko terserang tekanan darah tinggi.
Protein khusus dalam susu mengatur tekanan darah, kadar kalsium, magnesium, potasium, dan menyebabkan efek penurun tekanan darah.
Protein khusus dalam susu mengatur tekanan darah, kadar kalsium, magnesium, potasium, dan menyebabkan efek penurun tekanan darah.
F.
Standar Mutu Yoghurt
Syarat mutu yoghurt berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-2981-1992, adalah sebagai berikut (Sumardikan, 2007):
Tabel
2. SyaratMutu Yoghurt (SNI 01-2981-1992)
No.
|
KriteriaUji
|
Spesifikasi
|
1.
|
Keadaan
- Penampakan
- Bau
- Rasa
- Konsentrasi
|
-Cairan kental sampai semi padat
- Normal/khas
- Asam/khas
- Homogen
|
2.
|
Lemak : % ; b/b
|
Maks. 3,8
|
3.
|
Bahan Kering Tanpa Lemak : % ;b/b
|
Maks. 8,2
|
4.
|
Protein: % ; b/b
|
Min. 3,5
|
5.
|
Abu
|
Maks. 1.0
|
6.
|
Jumlah asam (sebagai laktat) : %
; b/b
|
0,5 – 2,0
|
7.
|
Cemaran logam
- Timbal (Pb): mg/kg
- Tembaga (Cu) : mg/kg
- Seng (Zn) : mg/kg
- Timah (Sn) : mg/kg
- Raksa (Hg) : mg/kg
- Arsen (As) : mg/kg
|
Maks.0,3
Maks. 20
Maks. 40
Maks. 40
Maks. 0,03
Maks. 0,1
|
8.
|
Cemaran mikroba
- Bakteri coliform
- E.coli ; APM/g
- Salmonella
|
Maks. 10
< 3
Negatif / 100 gram
|
G. Alat Pembuatan Yogurt
Dibawah ini adalah alat pembuatan yogurt dengan sistem inkubasi yang dapat dikontrol antara lain:
Dibawah ini adalah alat pembuatan yogurt dengan sistem inkubasi yang dapat dikontrol antara lain:
1.
Alat Pembuatan Yogurt Y 140 Dan Y
300
Dengan kedua model ini, Anda dapat
membuat 140-300 cup yogurt.4-8 rak susun yang dapat dipindahkan Bagian badan
alat ini diberi lapisan pelindung yang kuat Suhu di dalam alat ini dapat terus
disesuaikan dengan adanya alat semacam kipas angin dan dijaga kestabilannya
dengan contact thermometer Display pengontrol suhu dan indikator pemanas Kedua
alat ini dapat digunakan untuk cup yang terbuat dari karton, plastik atau kaca
2. Stainless Steel Incubators
With troley and SS. racks , Model 140 cup Model 300 cup
Berat 65 kg 100 kg , Lebar 60 cm 60 cm , Daya 300 watt 300 watt , Tinggi 87 cm 1.38 m , Kedalaman 52 cm 52 cm
With troley and SS. racks , Model 140 cup Model 300 cup
Berat 65 kg 100 kg , Lebar 60 cm 60 cm , Daya 300 watt 300 watt , Tinggi 87 cm 1.38 m , Kedalaman 52 cm 52 cm
-
Adams, M. and Mitchell, R.
2002. Fermentation and pathogen control: a risk assessment approach. International
Journal of Food Microbiology, 79: 75-83. Krasaekoopt, W., Bhesh, B., and
Deeth, H. 2003. Yogurt from UHT milk: A review. Australian Journal of Dairy
Technology, 58(1): 26. Tamime, A.Y., and Robinson, R.K. 2002. Yoghurt
Science and Technology (2nd Ed.).
Woodhead Publishing Limited. England.
0 komentar:
Posting Komentar